KATA
PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat
Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya saya dapat menyusun
makalah bahasa Indonesia yang berjudul “Sastra”. Makalah ini disusun
berdasarkan sebagai syarat menempuh mata pelajaran bahasa Indonesia Keilmuan
tahun pelajaran 2012.
Saya menyadari masih banyak terdapat
kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Untuk itu kritik dan saran yang
sifatnya membangun sangat saya harapkan demi perbaikan kedepannya. Akhir kata
saya ucapkan terimakasih, semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca.
Tiga Dolok, 05 April 2012
Penyusun
|
DAFTAR ISI
HALAMAN
JUDUL......................................................................................... i
KATA
PENGANTAR...................................................................................... ii
DAFTAR
ISI ..................................................................................................... iii
BAB
I PENDAHULUAN............................................................................. 1
BAB II PENGERTIAN
SASTRA................................................................. 3
2.1
Pengertian Sastra....................................................................... 3
2.2
Fungsi Sastra.............................................................................. 3
BAB III RAGAM
SASTRA............................................................................ 5
3.1
Pantun........................................................................................ 5
3.2
Puisi 5
3.3
Sajak.......................................................................................... 6
3.4
Peribahasa.................................................................................. 9
3.5
Majas.......................................................................................... 8
BAB IV PERKEMBANGAN
SASTRA........................................................ 10
4.1
Pujangga Lama.......................................................................... 10
4.2
Sastra Melayu Lama.................................................................. 10
4.3
Angkatan Balai Pustaka............................................................. 11
4.4
|
4.5
Angkatan ’45............................................................................. 14
4.6
Angkatan 50-an......................................................................... 16
4.7
Angkatan 66 – 70-an................................................................. 18
4.8
Dasawarsa 80-an........................................................................ 20
BAB V UNSUR
INTRINSIK DAN EKSTRINSIK.................................... 22
5.1
Unsur Intrinsik........................................................................... 22
5.2
Unsur Ekstrinsik........................................................................ 29
|
PENDAHULUAN
Di dalam sejarahnya, bahasa Indonesia telah berkembang cukup menarik.
Bahasa Indonesia yang tadinya hanya merupakan bahasa Melayu dengan pendukung
yang sangat kecil telah berkembang menjadi bahasa Indenesia yang besar. Bahasa
ini telah menjadi bahasa lebih dari 200 juta rakyat di Nusantara Indonesia.
Sebagian besar di antaranya juga telah menjadikan bahasa Indonesia sebagai
bahasa pertama. Bahasa Indonesia yang tadinya berkembang dari bahasa Melayu itu
telah “menggusur” sejumlah bahasa local (etnis) yang kecil. Bahasa Indonesia
yng semulanya berasal dari bahasa Melayu itu bahkan juga menggeser dan
menggoyahkan bahasa etnis-etnis yang cukup besar, seperti bahasa Jawa dan
bahasa Sunda. Bahasa Indonesia telah menjadi bahasa dari masyarakat baru yang
bernama masyarakat Indonesia. Di dalam persaingannya untuk merebut pasar kerja,
bahasa Indonesia telah mengalahkan bahasa-bahasa daerah yang ada di Indonesia.
Bahasa Indonesia juga telah tumbuh dan berkembang menjadi bahasa yang modern
pula.
Perkembangan yang demikian akan terus berlanjut. Perkembangan tersebut
akan banyak ditentukan oleh tingkat kemajuan masyarakat dan peran yang
strategis dari masyarakat dan kawasan ini di masa depan. Diramalkan bahwa
masyarakat kawasn ini, yaitu Indonesia, Malaysia, Thailand, Vietnam, Brunai
Darussalam, dan Filipina akan menjadi salah satu global-tribe yang penting di dunia.
Jika itu terjadi, bahasa Indonesia (lebih jauh bahasa Melayu) juga akan menjadi
bahasa yang lebih bersifat global. Proses globalisasi bahasa Melayu (baru) untu
kawasan Nusantara, dan bahasa-bahasa Melayu untuk kawawsan Asia pasifik
(mungkin termasuk Australia)
menjadi tak terelakkan. Peran kawasan ini (termasuk masyarakatnya, tentu saja)
sebagai kekuatan ekonomi, industri dan ilmu pengetahuan yang baru di dunia,
akan menentukn pula bagaimana perkembangan bahasa Indonesia (dan bahasa Melayu)
modern. Bahasa dan sastra Indonesia sudah semenjak lama memiliki tradisi
cosmopolitan. Sastra modern Indonesia telah menggeser dan menggusur sastra
tradisi yang ada diberbagai etnis yang ada d Nusantara.
Perubahan yang terjadi itu tidak hanya menyangkut masalah struktur dan
bahasa, tetapi lebih jauh mengungkapkan permasalahan manusia baru (atau lebih
tepat manusia marginal dan tradisipnal) yang dialami manusia di dalam sebuah
proses perubahan. Lihatlah tokoh-tokoh dalam raoman dan novel Indonesia.
Lihatlah tokoh Siti Nurbaya di dalam roman Siti Nurbaya, tokoh Zainudin di
dalam roman Tenggelamnya kapar Van Der Wijck, tokoh Hanafi di dalam roman Salah
Asuhan, tokh Tini, dan Tono di dalam novel Belenggu, sampai kepada tokoh Lantip
di dalam roman Priyayi. Mereka adalah tokoh-tokoh yang berusaha masuk ke dunia
yang baru, dunia yang global dengan tertatih-tatih.
Dengan demikian, sastra Indonesia (dan Melayu) modern padahakikatnya
adalah sastra yang berada pada jalur yang mengglobal itu. Sebagaimana dengan
perkembangan bahasa Indonesia,
sastra Indonesia
tidak ada masalah dalam globalisasi karena ia memangbersaa di dalamnya. Yang
menjadi soal adalah bagaimana menjadikan bahasa dan sastra itu memiliki posisi
yang kuat di tengah-tengah masyarakatnya. Atau lebih jauh, bagaimana langkah
untuk menjadikan masyarakatnya memilikui posisi kuat di tengah-tengah
masyarakat dunia (lainnya).
BAB II
PENGERTIAN
SASTRA
2.1 Pengertian
Sastra
Sastra (sansakerta : shastra) merupakan kata serapan dari bahasa
sansakerta Sastra, yang berarti “teks yang yang mengandung intruksi” atau
“pedoman”, dari kata dasar Sas- yang berarti “intruksi” atau “ajaran”. Dalam
bahasa Indonesia kata ini biasa digunakan untuk merujuk kepada “kesusastraan”
atau sebuah jenis tulisan yang memiliki arti atau keindahan tertentu.
Selain dalam arti esusatraan. Sastra biasa dibagi menjadi sasta tertulis
atau sastra lisan (sastra oral). Sasta tidak banyak berhubungan dengan tulisan,
tetapi dengan bahasa yang dijadikan wahana untuk mengeksplorasi pengalaman atau
pemikiran.
2.2 Fungsi
Sastra
Dalam kehidupan
masyarakat sastra memilik beberapa fungsi, yaitu:
-
Fungsi rekreatif, yaitu sastra dapat memberikan
hiburan yang menyenengkan bagi pembacanya.
-
Fungsi didaktif, yaitu sastra mampu mengaarhkan
atau mendidik pembaacanya karena nilai-nilai kebenaran dan kebaikan yang
terkandung didalamnya.
-
Fungsi estetis, yaitu sastra mampu memberikan
keindahan bagi pembacanya.
-
Fungsi moralitas, yaitu sastra mampu memberikan
pengetahuan kepada pembaca sehinggatahu moral yang baik danburuk, karena satra
yang baik selalu mengandung moral yang inggi.
-
Fungsi religius, yaitu sastra menghasilkan
karya-karya yang mengandung ajaran-ajaran agama yang dapat diteladani para
pembaca sasra.
BAB
III
RAGAM
SASTRA
3.1
Pantun
Pantun merupakan salah satu jenis puisilama yang sangan luas dikenal
dalam bahasa-bahasa Nusantara. Dalam bahas Jawa, misalnya dikenal parikan dan
dalam bahasa sunda dikenal sebagai paparikan. Pantun terdiri atas empat larik
(empat baris bila dituliskan), bersajak akhir dengan pola a-b-a-b (tidak boleh
a-a-a-a). Pantun pada umumnya merupakan sastra lisan namun sekarang dijympai
juga pantun tertulis. Semua bentuk pantun terdiri atas dua bagian sampiran dan
isi. Sampiran adalah dua baris pertama, kerap kali berkaitan dengan alam dan
biasanya tak punya hubungan dengan bagian kedua yang menyampaikan maksud selain
untuk mengantarkan rima/dajak. Dua baris terahir adalah isi, yang merupakan
isi, yang merupakan tujuan dari pantun tersebut. Contoh:
Banyak orang
pandei berkitab
Sedikit saja
pandai bersyair
Banyak orang
pandai berakap
Sedikit saja
pandai berfikir
3.2
Puisi
Puisi (dari bahasa Yunani Kuno :
) adalah seni tertulis dimana bahasa digunakan untuk kualitas estetiknya
untuk tambahan. Penekanan pada segi estetik. Suatu bahasa dan penggunaan
sengaja pengulangan, meter dan rima adalah yang membedakan puisi dari prosa.
Namun perbedaan ini masih diperdebatkan. Menurut beberapa ahli modern
mendefinisikan puisi tidak sebagai jenis literature tapi sebagai perwujudan
imajinasi manusia, yang menjadi sumber segala kreativitas. Contoh puisi:
Aku
Chairil
Anwar
Kalau
sampai waktuku
Ku
mau tak seorang kan merayu
Tidak
juga kau
Tak
perlu sedu sedan itu
Aku
ini binatang jalang
Dari
kumpulannya terbuang
Biar
peluru menembus kulitku
Aku
tetap meradang menerjang
Luka
dan bias kubawa lari
Berlari
Hingga
hilang pedih perih
Dan
aku akan lebih tidak peduli
Aku
mau hijdup seribu tahun lagi
3.3
Sajak
Sajak adalah persamaan bunyi. Persamaan yang terdapat pada kalimat atau
perkataan, di awal, di tengah, dan di akhir perkataan. Walaupun sajak bukan
menjadi syarat khusus bagi sesuatu puisi lama, tetapi pengaruhnya sangat
mengikat kepada baentukdan pilihan kata dalam puisi itu. Sajak terbagi enam
jenis;
a. Sajak
Awal
Ialah persamaan bunyi yang terdaspat pada awal kalimat, seperti pantun
berikut:
Kalau tidak karena bulan
Tidaklah bintang meninggi hari
Kalau tidak karena tuan
Tidaklah saya sampai kemari
b. Sajak
Tengah
Persamaan yang terdapat di tengan kalimat, seperti:
Guruh petus penuba limbat
Ikan lumba berenang-renang
Tujuh ratus jadikan ubat
Badan berjumpa maka senang
(Dr.
mandahk)
c. Sajak
Akhir
Sajak yang terdapat pada akhir kalimat. Sajak ini
terdapat hamper pada segala puisi lama dan puisi baru. Misalnya:
Berdiri aku di tepi pantai
Memandang lepas ke tengah laut
Ombak pulang peceh berderai
Keribaan pasar rindu berpaut
(Amir
Hamzah)
d. Asonansi
Persamaan bunyi hujruf hidup (voksal) yang terdapat
dalam perkataan atau kalimat. Misalnya:
Kini kami bertikai pangkai
Diantara dua mana mutiara
Jauhari ahli lalai menilai
Lengahlangsung melewat abad
e. Sejak
Sempurna
Dalam memilih perkataan untuk mencapai perasamaan
bunyi, tiadalah selalu bunyi itu jatuh yang sempurna pada suara yang sama, ada
yang mirip dan ada yang benar-benar tepat. Yang tepat disebut sajak sempurna:
Gabak hari awan pun mendung
Pandan terkulai menderita
Sejakmati ayah kandung
Makan berrhurai air mata
f. Sajak
Tak Sempurna
Hanya bunyinya saja yang hamper bersamaan, seperti:
Uncang buruk tak tertali
Kian kemari bergantung-gantung
Bujang buruk tak berbini
Kian kemari meraung-raung
3.4
Peribahasa
Peribahasa ialah bentuk pengucapan yang banyak dijumpaidalam kesusastraan
lama. Peribahasa banyak digunakan dalam kehidupan seharian orang pada masa
dulu. Bila diselidiki isi dan jiwa yang terkandung dalam peribahasa itu, banyak
bahan yang diambil dari sejarah, social, dan peri kehidupan mereka di zaman
lampau itu. Misalnya, sekali air bah, sekali tepian berubah. Selain itu
pribahasa yang seing digunakan hingga kini ialah dimana bumi dipjak disitu
langit dijunjung. Peribahasa masih hidup dalam pergaulan sehari-hari dan banyak
terdapat buku dan roman-roman baru
3.5
Majas/Gaya Bahasa
Majas adalah gaya bahasa dalam bentuk tulisan maupun lisan yang dipakai
dalam suatu karangan yang bertujuan untuk mewakili perasaan dan pikiran dari
pengarang. Majas dibagi menjadi beberapa macam, yakni majas perulangan,
pertentangan, perbandingan dan pertautan.
BAB IV
PERKEMBANGAN
SASTRA
4.1 Pujangga
Lama
Karya sastra yang dihasilkan sebelum abad ke-20. pada masa ini karya
sastra di Indonesia
di dominasi oleh syair, pantun, gurundam, dan hikayat.
Karya sastra pujangga lama;
-
Hikayat Abdulah
-
Hikayat Andekan Penurat
-
Hikayat Bayan Budiman
-
Hikayat Hang Tuah
-
Hikayat Kadirun
4.2 Sastra
Melayu Lama
Karya sastra Indonesia yang dihasilkan antara tahun 1870 – 1942, yang
berkembang di lingkungan masyarakat sumata seperti “Langkat tapanui, Padang dan
daerah Sumatra lainnya”. Karya sastra “Melayu Lama”:
-
Robinson Crusoe (terjemahan)
-
Lawan-lawan Merah
-
Mengelilingi Bumi dalam 80 hari (terjemahan)
-
Kisah Pelayaran ke Pulau Kalimantan
-
Cerita Nyai Sarikem
-
Nyai Dasima oleh G. Francid (Indo)
Dan masih ada sekitar 3000 judu arya sastra Melayu Lama lainnya.
4.3 Angkatan
Balai Pustaka
Karya sastra di Indonesia sejak tahu 1920-1950, yang dipelopori oleh
penerbit balai pustaka. Balai pustaka di dirikan pada masa itu untuk mencegah
pengaruh buruk dari bacaan cabul dan liar yang dihasilkan oleh sastra Melayu
Rendah yang banyak menyoroti kehidupan cabul dan dianggap memiliki politis
(liar)
Pengarang dan karya sastra angkatan Balai Pusataka:
·
Abdu Muis
Pertemuah Jodoh (1964)
Salah Asuhan
Surapati (1950)
·
Merari Siregar
Azab dan Sengsara:
kisah kehidupan seorang gadis (1921)
Binasa Kerna gadis
Priang! (1931)
·
Marah Rusli
Siti Nurbaya
Anak dan Kemenakan
·
Nur Sutan Iskandar
Katak hendak menjadi
lembu (1935)
Hulubalang Raja (1961)
·
Tulis Sutan Sati
Sengsara Membawa Nimat
(1928)
Memutuskan pertalian
(1978)
·
Sutan Takdir Aisjahbana
Dian yang tak kunjung
padam (1948)
Anak Perawan di Sarah
penjamuan (1963)
·
Hamka
Di bawah lindungan
ka’bah (1938)
Di dalam lembah
Kehidupan (1940)
·
Marius Ramis Dayoh
Pahlawan Minahasa (1957)
Putra Budiman:
Tjaritera Minahasa (1951)
4.4 Pujangga
Baru
Pujangga baru muncul sebagai reaksi atas banyaknya sensor yang dilakukan
oleh Balai Pustaka terhadsap karya tulis sastrawan pada masa tersebut, terutaa
terhadap karaya sastra yang menyangkut rasa nasinalisme dan kesadaran
kebangsaan. Sastra pujangga baruadalah sastra intelektual, nasionalitik dan
elitis menjadi “bapak” sastra modern Indonesia.
Penulis dan karya sastra pujangga baru:
·
Sutan Takdir Alisjahbana
Layer Terkembang
(1948)
Tebaran Mega (1963)
·
Armijn Pane
Belenggu (1954)
Jiwa Berjiwa
Djinaj-djinak Merpati
– Sandiwara (1950)
Kisah Antara Manusia –
Kumpulan cerpen (1953)
·
Tengku Amir Hamzah
Nyanyi Sunyi (1954)
Buah Rindu (1950)
Setanggi Timur (1939)
·
Sanusi Oane
Pancaran Cinta (1926)
Puspa Mega (1971)
Madah Kelana
(1931/1978)
Sandhyakala Ning
Majapahit (1971)
·
Muhammad Yamin
Indonesia,Toempah Darah Koe! (1928)
Kalau Dewi Tara Sudah
Berkata
Ken Arok dan Ken Dedes
(1951)
·
Roestam Efendi
Bebasari : Toneei
dalam 3 pertunjukkan (19530
·
Selasih
Kalau Ta’ Ountoeng
(1933)
Pengaruh Keadaan
(1957)
·
J. E. Talengkeng
Rindoe Dendam (1934)
4.5 Angkatan
‘45
Pengalaman hidup dan gejolak social-politik-budaya telah mewarnai karya
sastrawan Ankatan ’45. karya satra angkatan ini lebih relistik disbanding karya
angkatan Pujangga baru yang raomantik-idealistik.
Penulis dan karya sastra aangkatan ’45:
·
Chairil Anwar
Kerikil Tajam (1949)
Deru Tjampur Debu
(1949)
·
Asrul Sani, Rivai ApinChairil Anwar
Tiga Mneguak Takdir
(1950)
·
Idrus
Dari Ave Maria ke
Djalan lain ke Roma (1948)
Aki (1949)
Perempuan dan
kebangsaan
·
Pramudya Ananta Toer
Bukan Pasir Malam
(1951)
Di Tepi Kali Bekasi
(1951)
Keluarga Geriba (1951)
Mereka Jang
Dilumpuhkan (1951)
Peburuan (1950)
·
Mochtar Lubis
Tidak Ada Esok (1982)
Djalan Tak Ada Ujoung (1958)
Si Jamal (1964)
Harimau-Harimau!
(1977)
·
Achdiat K. Mihardja
Atheis - 1958
·
Trisno Sumardjo
Kata Hati dan
Perbuatan (1952)
·
M. Balfas
Lingkaran-lingkaran
Retak, Kumpulan Cerpen (1978)
·
Utuy Tatang Sontani
Suling (1948)
Tambera (19520
Awal dan Mira- Drama
satu babak (1962)
4.6 Angkatan
50-an
Angkatan 50-an ditandai dengan terbitnya majalah sastra kisah asuhan H.B.
Jassin. Cirri angkatan ini adalah karya sastra yang didominasi dengan cerita
pendek dan kumpulan puisi. Pada angkatan ini muncul gerakan komunis dikalangan
sastrawan. Timbulah perpecahan dan polemic yang berkepanjangan diantara
kalangan sastawan di Indonesia
pada awal tahu 1960; menyebabkan mandegnya perkembangan sastra karena masuk ke
dalam politik praktis dab berakhi pada tahun1965 dengan pecahnya G30S di
Indonesia.
Penulis dan karya sastra angkatan 50-an
·
Ajip Rosidi
Cari muatan
Di tengah keluarga
(1956)
Pertemuan kembali
(1960)
Tahun-tahun kematian
(1955)
·
Ali Akbar Navis
Biang lala: kumpulan
cerita pendek (1963)
Hujan panas (1963)
·
Bokor Huta Suhu
Datang amaam (1963)
·
Enday Rasidin
Surat Cinta
·
NH. Dini
Dua Dunia (1950)
Hati Yang Damai (1960)
·
Nugroho Noto Susanto
Hujan Kepagian (1958)
Rasa Sajange (1961)
Tiga kota (1956)
·
Sitor Situ Morang
Dalam sadjak (1950)
Djalan Mutiara
kumpulan tiga sandiwara (1954)
Pertempuran dan saldju
di paris(1956)
Surat Kertas Hidjau : Kumpulan sadjak (1953)
Wadjah tak bernama:
Kumpulan sadjak (1955)
·
Subagio sastro wardojo
Simphoni (1957)
·
Titis basino
Pelabuhan hati (1978)
Dia, Hotel, Surat keputusan (cerpen)
(1963)
Lesbian (1976)
Bukan Rumahku (1976)
Di
bumi aku bersua di langit aku bertemu (1983)
·
Trisno Juwono
Angina laut (1958)
Di medan perang(1962)
Laki-laki dan mediu
(1951)
·
W. S. Rendra
Balada orang-0orang
tercinta ( 1957)
Empat kumpulan sajak
(1961)
Ia sudah bertualang
dan tjerita-tjerita pendek lainnya (1963)
4.7 Angkatan
66 – 70-an
Angkatan ini ditandai dengan terbitnya majalah sastra horizon. Semangat
avant-garde sangat menonjol pada angkatan ini. Banyak karya sastra pada
angkatan ini yang sangat beragam dalamaliran sasta, munculnya karya sastra
beraliran surrealistic, arus kesadaran, arkeup, absurd.
Karya sastra angkatan ‘66
·
Sutardji Calzoum bachri
O
Amuk
Kapak
·
Abdul Hadi WM
Laut belum pasang –
(kumpulan puisi)
Meditasi – (kumpulan
puisi)
Potret panjang seorang
pengunjung pantai sanur – (kumpulan puisi)
Tergantung pada angina
– (kumpulan puisi)
Anak laut anak angin –
(kumpulan puisi)
·
Supardi Djoko Damono
Dukamu abadi –
(kumpulan puisi)
Mata pisau dan
akuarium – (kumpulan puisi)
Perahu kertas –( kumpulan
puisi)
Sihi Hujan – (kumpulan
puisi)
Ayat-ayat Api –( kumpulan
puisi)
·
Goenawan Mohamad
Interlude
Parikesit
Potret
seorang Penyair muda sebagai si malin kundang – (kumpulan esai)
Misalkan kita di Sara
Jevo
·
Umar Kayam
Seribu kunang-kunang
di manhattan
Sri Sumarah dan Bawuk
– (kumpulan cerita pendek)
Pada suatu saat di Bandar Sanggih
Kelir Tanpa Batas
Para
Priyayi
Jalan menikung
·
Danarto
Godlob
Adam Makrifat
Berhala
·
Putu Wijaya
Telegram
Stasiun
Pabrik
Gres
Bom
Aduh (Drama)
Edan (Drama)
4.8 Dasawarsa
80-an
Sastra di Indonesia pada kurun waktu setelah tahun 1980, ditandai dengan
banyaknya roman percintaan, dengan sastrawan wanita yang menonjol pada masa
tersebut yaitu Marga T. Majalah Horison tidak ada lagi, karya sasta Indonesia
pada masa angkatan ini tersebar luas di berbaaimajalah dan penerbitan umum.
Karya sastra angkatan Dasawarsa 80-an
Badai pasti berlalu
Cintaku di kampus biru
Sajak sikat gigi
Arjuna mencari cinta
Manusia kamar
Karmila
Namun yang tidak boleh dilupakan, pada era 80-an ini juga tumbuh sastra
yang beraliran pop 9tetai tetap sah disebut sastra, jika sastra dianggap
sebagai salah satu alat komunikasi). Yaitu lahirnya sejumlah novel pouler yang
dipelopori oleh Hilman dengan serial Lupus-nya.
BAB
V
UNSUR
INTRINSIK DAN UNSUR EKSTRINSIK
Karya sastra disusun oleh dua unsur yang menyusunnya. Dua unsur yang
dimaksud iaslah unsur intrinsic dan unsur ekstrinsik. Unsur intrinsic ialah
unsur yang menyusun sebuah karya sastra dari dalam yang mewujudkan struktur
suatu karya sastra, seperti : tema tokoh dan penokohan, alur dan pengeluaran,
latae dan pelataran, dan pusat pengisahan. Sedangkan unsur ekstinsik ialah
unsur yang menyusun sebuah karya sastra dari luasnya menyangkut aspeksosiologi,
psikologi, dan lain-lain.
5.1 Unsur
Intrinsik
a. Tema
dan amanat
Tema ialah persoalan yang menduduki tempat utama dalam
karya sastra. Tema mayor ialah tema yang sangat menonjol dan menjadi persoalan.
Tema minor ialah tema yang tidak menonjol.
Amanat ialah pemecahan yang diberikan oleh pengarang
bagi persoalan di dalam karya sastra. Amanat biasa disebut makna. Makna dibedakan
menjassdi makna niatan dan makna muatan. Makna niatan ialah maknayang diniatkan
oleh pengarang bagi jkarya sastra yang ditulisnya. Makna muatan ialah makna
yang termuat dalam karya sastra tersebut.
b. Tokoh
dan penokohan
Tokoh ialah pelaku dalam karya sastra. Dalam karya
sestra biasanya ada beberapa tokoh, namun biasnya hanya ada satu tokoh utama.
Tokoh utama ialah tokoh yang sangat penting dalam mengambil peranan dalam karya
sastra. Dua jenis tokoh adalah tokoh datar (flash character) dan tokohbulat (round
character).
Tokoh datar ialah tokoh yang hanya menunjukka satu
segi, misalnya baik saja atau buruk saja. Sejak awal sampaiu akhir cerita tokoh
yang jahat akan tetap jahat. Tokoh bulat adalah tokoh yang menunjukkan berbagai
segi baik buruknya, kelebihan dan kelemahannya. Jadi ada perkembangan yang
terjadi pada tokoh ini. Dari segi kejiwaan dikenal ada tokoh introvert dan
ekstrovent. Tokoh introvert ialah pribadi tokoh tersebut yang ditentukan oleh
ketidaksadarannya. Tokoh ekstrovert ialag pribadi tokoh tersebut yang
ditentukan oleh kesadarannya. Dalam karya sastra dikenal pula tokoh protagonist
dan antagonis. Protagonisialah tokoh yang disukai pembaca atau penikmat sastra
karena sifat-sifatnya. Antagonis ialah tokoh yang disukai pembaca atau penikmat
sastra karena sifat-difatnya.
Penokohan atau perwatakan ialah teknik atau cara-cara
menampilkan tokoh. Ada
beberapa cara menampilkan tokoh. Cara analitik, ialah cara cara penampilan
tokoh secara langsung malalui uraian pengarang. Jadi pengarang menguraikan cirri-ciri
tokoh tersebut secara langsung. Cara dramatic, ialah cara mnampilkan tokoh
tidak secara langsung tetapi melalui gambaran ucapan, perbuatan, dan komentar
atau penilaian pelaku atau tokoh dalam suatu ceita. Dialog ialah cakapan antara
seorang tokoh dengan banyak tokoh. Dualog ialah cakapan antara dua tokoh saja.
Monolog ialah cakapan batin terhadap kejadian lampau dan yang sedang terjadi.
Solilokui ialah bentuk cakapan batin terhadap peristiwa yang akakn terjadi.
c. Alur
dan Pengaluran
Alur disebut juga plot, yaitu rangkaian peristiwa yang
memiliki hubungan sebab akibat sehingga menjadi satu kesatuan yang padu bulat,
dan utuh. Alur terdiri atas beberapa bagian:
1) Awal,
yaitu pengarang mulai memperkenalkan tokoh-tokohnya.
2) Tikaian,
yaitu terjadi konflik di antara tokoh-tokoh pelaku.
3) Gawatan
atau rumitan, yaitu konflik tokoh-tokoh semakin seru.
4) Puncak,
yaitu saat puncak konflik di antara tokoh-tokhnya.
5) Leraian,
yaitu saat peristiwa konflik semakin reda dan perkembangan alur mulai
terungkap.
6) Akhir,
yaitu seluruh peristiwa atau konflik telah terselesaikan.
Pengeluaran, yaitu teknik atau cara-cara menampilkan
alur. Menurut kualitasnya, pengeluaran dibedakan menjadi alur erat dan alur
longgar. Alur erat ialah alur yang tidak memungkinkan adanya pencabangan
cerita. Alur longgar ialah alur yang memungkinkan adanya pencabangan cerita.
Menurut kualitasnya, pengeluaran dibedakan menjadi alur tunggal dan alur ganda.
Alur tunggal ialah alur yang hanya satu dalam karya sastra. Alur ganda ialah
alur yang lebih dari satu dalam karya sastra. Dari segi urutan waktu,
pengeluaran dibedakan kedalam alur lurus dan tidak lurus. Alur lurus ialah alur
yang melukiskan peristiwa-peristiwa berurutan dari awal sampai akhir cerita.
Alur tidak lurus ialah alur yang melukiskan tidak urut dari awal sampai akhir
cerita. Alur tidak lurus bias menggunakan gerak balit (backtracking), sorot
balik (fashback), atau campuran keduanya.
d. Latar
dan Pelataran
Latar disebut juga setting, yaitu tempat atau waktu
terjadinya peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam sebuah karya sastra. Latar
atau setting dibedakan menjadi atar material dan social. Latar material ialah
lukisan latar belakang alam atau lingkungan di mana tokoh tersebut berada.
Latar sosial, ialah lukjisan tatakrama tingkah laku, adapt, dan pandangan
hidup. Sedangkan pelataran ialah teknik atau cara-cara menampilkan latar.
e. Pusat
Pengisahan
Pusat pengisahan ialah dari mana suatu cerita
dikisahkan oleh pencerita. Pencerita di sini adalah pribadi yang diciptakan
pengarang untuk menyampikan cerita. Paling tidak ada dua pusat pengisahan yaitu
pencerita sebagai orang pertama dan pencerita sebagai orang ketiga. Sebagai
orang pertama, pencerita duduk dan terlibat dalam cerita tersebut, biasanya
sebagai aku dalam tokoh cerita. Sebagai orang ketiga , pencerita tidak terlibat
dalam cerita tersebut tetapi ia duduk sebagai seorang pengamat atau dalang yang
serba tahu.
f. Karakter
Tokoh dalam cerita. Karakter dapat berupa manusia,
tumbuhan maupun benda. Karakter dapat dibagi menjadi:
1. Karakter
utama: tokoh yang membawakan tema dan memegang banyak peranan dalam cerita.
2. Karakter
pembantu: tokoh yang mendamping karakter utama.
3. Protagonis:
karakter/tokoh yang mengangkat tema.
4. Antagonis:
karakter/tokoh yang memberi konflik pada tema dan biasanya berlawanan dengan
karakter protagonis.m(ingat, tokoh antagonis belum tentu jahat)
5. Karakter
statis (flat/ static character): karakter yang tidak mengalami perubahan
kepibadian atau cara pandang dari awal samp[ai akhir cerita.
6. Karakter
dinamis (Round/dynamic character): kasrakter yang mengalami perubahan
kepribadian dan cara pandang . karakter ini biasanya dibuat semirip mungkin
dengan manusia sesungguhnya, terdiri atas sifat dan kepribadian yang kompleks.
Catatan: karakter pembantu biasanya aadalah karaker
statis karena tidak digambarkan secara detail oeh penulis sehingga peruybahan
kepibadian dan cara pandangnya tidak pernah terlihat secara jelas.
g. Karakterisasi
Cara penulis menggamnarkan karakter. Ada banyak cara untuk menggali penggambaran
karakter, secara garis besar karakterisasi ditinjau melalui dua cara yaitu
secara naratif dan dramatic. Tekniknaratif berarti karakterisasi dari tokoh
dituliskan langsung oleh penulis atau narrator. Teknik daramatik dipakai ketika
karakterisasi torkoh terlihat dari antara lain: penampilan fisik karakter, cara
berpakaian, kata-kata yang diucapkan, dialognya dengan karakter lain, pendapat
kerakter lain, dll.
h. Konflik
Konfklik adalah pergumulan yang dialami olh karakter
dalam serita dan. Konflik ini merupakan inti dari sebuah karya sastra yang pada
akhirnya memberntuk plot. Ada
empat macam konflik, yang dibagi dalam dua garis besar:
Konflik internal
Individu-diri sendiri: konflik ini tidak melibatkan orang lain,
konflik ini ditandai dengan gejolak yang timbul dalam diri sendiri mengenai
beberapa hal seperti nilai-nilai. Kekuatan karakter akan terlihat dalam
usahanya menghadapi gejolak tersebut.
Konflik eksternal
Individu-individu: onflik
yang dialami dedeorang dengan orang lain.
Individu-alam: konflik yang dialami individu dengan alam. Konflik
ini menggambarkan perjuangan individu dalam usahanya untuk mempertahankan diri
dalam kebesaran alam.
Individu-Lingkungan/masyarakat: konflik yang dialami
individu dengan masyarakat atau lingkungan hidupnya.
i.
Symbol
Symbol digunakan untuk mewakili sesuatu yang abstrak.
Contoh: burung gagak (kematian).
j.
Sudut Pandang
Sudut pandang yang dipilih penulus untuk menyampaikan ceritanya.
1. Orang
pertama: penulis berlaku sebagai karakter utama cerita, iini diutandai dengan
penggunaan kata “aku”. Penggunaan teknik ini menyebabkan pembaca tidak
mengetahui segala ha yang tidak diungkapkan oleh sang narrator. Keuntungan dari
teknik ini dalah pembaca merasa menjadi bagian dari cerita.
2. Orang
kedua: teknik yang banyak menggunakan kata ‘kamu’ atau ‘anda’. Teknik ini
jarang sipakai karena memaksa pembaca untuk mampu berperan serta dalam cerita.
3. Orang
ketiga: cerita dikisahkan mnggunakan kata ganti orang ketiga, seperti:mereka
dan dia.
k. Teknik
Penggunaan Bahasa
Dalam menuangkan idenya, penulis biasa memilih
kata-kata yang dipakainya sedemikian rupa sehingga segala pesannya sampai
kepada pemabaca. Selain itu, teknik penggunaan bahasa yang baik juga membuat
tuisan menjadi indah dan mudah dikenang. Teknik berbahasa ini misalnya
menggunakan majas, idiom, dan peribahasa.
5.2 Unsur
Ekstrinsik
Unsur ekstrinsik sebuah karya sasta dari luarnya menyangkut aspek
sosiologi, psikologi, dan lain-lain. Tidak ada sebuah karya sastra yang tumbuh
otonom, tetapi selalu pastibewrhubungan secara ekstrinsik dengan luar sastra,
dengan sejumlah faktor kemasyarakatan seperti tradisi sastra, kebudayaan
llingkungan, pembaca sastra, serta kejiwaan mereka. Dengan demikian, dapat
dinyatakan bahwa unsur ekstrinsik ialah unsur yang membentuk karya sastra dari
luar sastra itu sendiri. Untuk melakukan pendekatan terhadap unsur ekstrinsik ,
diperlukan bantuan ilmu-ilmu kerabat seperti sosiologi, psikologi,filsafat, dan
lain-lain.
Menurut Tuhusetya (2007), sebuah karya sastra yang baik mustahil dapat
menghindarkan dari dimensi kemanusiaan. Kejadia-kejadian yang terjadi dalam masyarakat
pada umumnyadijadikan seumbner ilham, bagi para sastrawan untuk membuat suatu
karya sastra.
Seorang sastrawan mamiliki penalaran tinggi, mata batin yang tajam, dan
memiliki daya intuitif yang peka. Kelebihan-kelebihan itu jarang sekali
ditemukan pada orang awam. Dalam hal ini, karya sastra yang lahir pun akan
diwarnai oleh latar belakang sosiokultural yang melingkupi kehidupan
sastrawannya.
Suatu keabsahan jika dalam karya sastra terdapat unsur-unsur ekstrinsik
yang turut mewarnai karya sastra. Unsur-unsur ekstrinsik yang dimaksud seperti
filsafat, psikologi, religi gagasan, pendapat, sikap, keyakinan, dan visi lain
dari pengarang dalam memandang dunia. Karena unsur-unsur ekstrinsik itulayh
yang menyebabkan karya sastra tidak mung terhindar dari amanat, tendensi, unsur
mendidik, dan fatwa tentang makna kearifan hidup yang ingin disampaikan kepada
pembaca.
DAFTAR
PUSTAKA
Roy syaffer Samosir, Marihat Dolok, 6 April 2012
Awalgus Situmorang, Pondok Buluh, 5 April 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar